Monday, September 15, 2014

Mount Rinjani, My Country's Beauty ( Part 3 )




Setelah beristirahat sekitar 1 jam sambil menunggu porter membongkar kemah, kami pun segera beranjak dari Plawangan dan melanjutkan perjalanan menuju kawah. Malam ini kami akan bermalam di tepi danau. Perjalanan akan ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam 30 menit dan sebaiknya kami tiba sebelum hari berubah menjadi gelap, karena medan yang akan dilalui cukup curam dan berbatu.

Tiba di tepi danau seluruh badan saya serasa sudah copot semua, super capek. Lelahnya sungguh luar biasa dan sembari saya merebahkan badan di atas tanah saya mulai merenungkan entah kekuatan dari mana hingga saya mampu trekking, menuruni, merangkak, memanjat selama berpuluh-puluh jam. Dan di dasar kawah, di tepi danau, malam ini kami harus benar-benar beristirahat. Melepaskan semua kepenatan dan mengumpulkan kembali energi-energi baru buat kesiapan hari esok, mengingat untuk bisa keluar dari kawah ini dan kembali ke Plawangan Senaru kami juga membutuhkan tenaga ekstra. Karena medannya sangat sulit, terjal serta harus mampu memanjat batu untuk bisa sampai di tepi kaldera. Sebuah perjuangan tingkat tinggi, perjuangan hidup dan mati, berhasil naik hidup, jika tinggal akan mati.

permukaan danau berkabut
Suasana pagi di tepi Segara Anak, terasa sangat damai. Anak gunung yang aktif ini terlihat begitu jelas di hadapan kami. Orang lokal menyebutnya Gunung Barujari, yang tidak lain adalah anaknya Gunung Samalas. Pertumbuhannya kini semakin melebar dan memakan wilayah permukaan danau Segara Anak. Entahlah mungkin satu hari nanti danau Segara Anak yang indah ini akan tertutup rapat oleh gunung Barujari, sebagaimana halnya gunung Kelud. Meskipun gunung Barujari terlihat masih kecil dan tenang tetapi sesungguhnya di bawahnya tersimpan kekuatan yang maha dahsyat.

gunung Barujari
Sekilas balik tentang nenek moyangnya yang bernama Gunung Samalas itu yakni gunung berapi raksasa yang diperkirakan meletus super dahsyat pada tahun 1257. Letusan itu sangat mematikan, dan tragedinya ternyata ada tercatat dalam naskah kuno kerajaan Mataram. Letusan itu membentuk kawah yang begitu dalam dan besar dengan danau eksotik yang kita kenal sekarang ini yakni danau Segara Anak. Jadi Gunung Rinjani yang kita lihat sekarang ini merupakan sisa bagian gunung Samalas, pasca letusan maha dahsyatnya pada 757 tahun silam.
Di Segara Anak banyak sekali ditemukan ikan nila dan mujair. Porter kami, mencoba memancing dan mendapatkan beberapa ekor ikan besar entah apa namanya itu. Lalu, tidak seberapa jauh dari perkemahan ada sungai, air terjun dan sumber mata air panas. Cukup lengkap dan spektakuler alam di dasar kawah ini. Konon masih ada goa, namun sayang sekali waktu kami terlalu singkat. Bayangkan saja untuk mengejar waktu agar bisa tiba kembali di Senaru pada malam di hari ke 3, tubuh ini sudah dipaksakan untuk bekerja ekstra keras, jauh melampaui kemampuan yang sesungguhnya.

fantastik

danau Segara Anak

Sungai di kawah

fantastik view di dasar kawah

best view

air terjun di kawah

indah 

amazing view

menantang maut

Malam itu tepat pukul 9 malam kami berhasil tiba kembali dengan selamat di desa Senaru, sisi lain kaki gunung Rinjani dengan medan yang sangat berbeda dari Sembalun, yakni medan tanah berpasir, licin dan hutan berakar. Jadi bila tidak ingin jatuh tersandung dan mengalami cedera, setiap langkah perlu waspada terlebih jalan dalam kegelapan dengan hanya berbekal head lamp dan insting.
Di sepanjang pendakian dapat disimpulkan 90% pendaki adalah orang asing, dan didominasi warga negara Perancis. Sisa 10% terbagi oleh pendaki asal Malaysia, lalu Indonesia dan Singapura. Kami bertemu dengan rombongan asal Malaysia yang beranggotakan 37 pendaki. Salah satu di antara mereka berbagi pengalaman kepada kami bahwa gunung Kinabalu kebanggaan Malaysia itu, sungguh tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tingkat kesulitan maupun keindahan di Rinjani. Jadi sangat tidak berlebihan dan bisa dipercaya jika ada beberapa pemberitaan yang menyebut Rinjani adalah pemandangan terindah se Asia Tenggara. Sebagai orang Indonesia saya bangga mendengarkan pernyataan seperti itu, namun hal terpenting yang saya pelajari dari perjalanan kali ini adalah jangan pernah mudah menyerah apapun kesulitan yang dihadapi dalam hidup ini. Salam berpetualang.

memanjat dinding kawah

menuruni gunung menuju Senaru



No comments:

Post a Comment