Monday, December 1, 2014

Tibet - Part 3



Perjalanan Menuju Shigatse
Hari ke-4 kami melanjutkan perjalanan ke Shigatse dan akan bermalam di kota ke-2 terbesar di Tibet ini. Kota ini berada pada ketinggian 3836m dpl, sedikit lebih tinggi dari kota Lhasa yang hanya berada pada ketinggian 3658m dpl.

Pemandangan di sepanjang perjalanan, anda tidak akan percaya sampai detik di mana anda sendiri berdiri di sana, saya benar-benar takjub menyaksikan seluruh kemegahan alam di atas tanah yang dijuluki surga itu. Lihat saja pemandangannya, danaunya, warna airnya, puncak bersalju, langit birunya, bukit maupun gunungnya, benar-benar indah terutama di Yamdrok lake (4400m dpl), Kharola Gracier (5560m dpl) dan Artificial Lake. Really amazing, so spectacular.










Padahal kondisi kesehatan kami tidak dalam keadaan fit. Ada beberapa teman lebih memilih tidur maupun istirahat di dalam kendaraan. Andai saja metabolisme tubuh kita bisa sama seperti orang Tibet dan bergerak leluasa sebagaimana kita inginkan, perjalanan ini pasti lebih mantap lagi, lebih enjoy, lebih istimewa.


Perjalanan Menuju Everest Base Camp
Pada hari Ke5 kami berangkat sedikit telat karena kami harus menunggu Mr. Kelsang melapor ke instansi bersangkutan terlebih dahulu perihal tujuan kami menuju Everest Base Camp.

Perjalanan dari kota Shigatse menuju Rongbuk Monastery tidak terlalu istimewa, pemandangannya dibandingkan dengan sehari sebelumnya terkesan biasa-biasa saja. Saat memasuki off road laju kendaraan menjadi sangat pelan. Kami semua sudah sangat kelelahan. Tiba di Rongbuk Monastery Guesthouse yang merupakan persinggahan terakhir menuju EBC, sudah tengah malam. Dalam keadaan antara sadar tak sadar, bahkan saya sendiri juga tidak ingat bagaimana saya berjalan menuju ruangan itu, dan yang paling parah ternyata saya tidak mengeluarkan sleeping bag, langsung tergeletak begitu saja entah di mana. Padahal suhu udara pada malam itu sangat-sangat ekstrim. 






Semua teman-teman mengira saya terlalu capek dan terlelap tidur. Padahal mereka rata-rata tidak bisa tidur dan duduk dekat tungku api karena kedinginan, sedangkan saya terlihat tidur "nyenyak" tanpa sleeping bag pula. Hal ini sebenarnya sudah sebuah petanda yang menunjukkan ada hal yang tidak beres dengan kondisi saya pada saat itu.



Ditolak karena satu minggu tidak mandi
Sekitar pukul 6 pagi, ada teman yang menyadari ketidakwajaran kondisi saya. Teman-teman berusaha membanguni saya, namun kondisi saya tidak mengembirakan. Konon badan saya sudah agak kaku, mata berbalik putih. Teman-teman semua panik, mereka berusaha mencarikan tabung oksigen, mencekoki air glukosa dan sangat bersyukur akhirnya saya berhasil diselamatkan. Pada saat saya sudah mulai sadar, saya ditanyai nama beberapa teman, ternyata jawaban saya salah semua. Mr Kelsang akhirnya memutuskan untuk segera meninggalkan ketinggian 5420m dpl dan turun ke tempat yang lebih aman.

Saya merasa sangat bersalah karena beberapa teman sebenarnya masih ingin trekking lagi 4 km lebih dekat menuju Mt. Everest tetapi karena kondisi saya, mereka terpaksa harus mengalah dan membatalkan niatnya. Saya juga sangat menyesalkan mengapa hal ini sampai terjadi, padahal sakit kepala dan sesak nafas merupakan 2 hal yang paling ditakuti dan saya tidak mengalami kesulitan dengan 2 hal ini. Mungkin badan saya lemah karena beberapa hari saya tidak bisa makan dengan baik.

Mt. Everest ( by Nina Wong )

Menurut teman-teman suhu udara pada malam itu dinginnya dahsyat, diperkirakan -17 derajat celsius dan konon ada 2 turis barat terpaksa dibawa turun pada pukul 2 dini hari karena mengalami hipotermia. Bisa jadi pada waktu yang sama saya juga sedang on the way menuju kematian. Teman saya sempat bercanda " masih beruntung kamu John, gara-gara seminggu gak mandi, malaikatnya pusing, kamu dibalikin lagi".

hehehe……apakah benar demikian? Hanya Tuhan yang tahu.
Menuju Zhang Mu
Hari ke 6 ini kami meninggalkan EBC dan perjalanan dilanjutkan menuju Zhang Mu, sebuah kota kecil di perbatasan antara Tibet dan Nepal. Di tengah perjalanan, kami berhenti beberapa kali untuk bermain salju dan mengambil foto.





Meskipun baru saja mengalami hal yang agak mengagetkan sebenarnya, tetapi sumpah pada saat kejadian saya benar-benar tidak merasakan apa-apa. Yang bikin heran, banyak foto saya yang diambil oleh teman pada saat kondisi saya dalam keadaan 20-30% tingkat kesadaran tetapi hasilnya ternyata bagus. Mereka bercanda lagi " justru dalam keadaan tidak sadar, dia itu pikir dirinya Andy Lau makanya narsis".

Trip ini rasanya lengkap sudah, ada senang ada susah, ada juga panik, juga tawa. Yang membuat trip ini berjalan dengan lancar adalah kekompakan seluruh team.

Kami tiba di Zhangmu hari sudah malam, dan sesuai rencana keesokan paginya kami akan melanjutkan perjalanan ke Nepal.


End


Tibet - Part 1
http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/12/tibet-part-1.html

Tibet - Part 2
http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/12/tibet-part-2.html



    

Tibet - Part 2



Tiba Di Lhasa

Lama penerbangan sekitar 2 jam. Kami tiba di airport Lhasa pada pukul 12.50. Begitu tiba penumpang lain langsung bubar, hanya rombongan kami yang masih tertahan. Kami harus menunggu pemeriksaan pasport dan permit. Untung pemeriksaan tidak berlangsung terlalu lama dan kami dijemput oleh Mr. Kelsang, guide kami selama berada di Tibet. 



Perjalanan menuju kota Lhasa agak jauh, lewat jalan tol waktu tempuh sekitar 1 jam. Di sepanjang perjalanan, view kedua sisi jalan menyajikan pemandangan gunung dan sungai. Agak gersang tetapi kelihatan cukup sejuk.




Tiba di Lhasa, kami langsung masuk kamar hotel. Beberapa di antara kami sudah menunjukkan reaksi akibat kekurangan oksigen atau biasa disebut high altitude sickness. Sakit kepala yang luar biasa, nafas pendek, pusing dan mual bahkan beberapa di antaranya sempat muntah-muntah. Ketika di dalam pesawat perut saya sebenarnya sudah kembung dan merasa tidak enak, Dalam perjalanan menuju hotel saya sudah muntah-muntah. Padahal saya tidak sakit kepala, juga tidak sesak nafas. Jadi sampai hari ini saya masih penasaran bahwa saya muntah dan disertai buang-buang air itu sebagai akibat dari high altitude sickness atau masalah pencernaan, karena maag saya sempat kambuh sebelum makan malam ketika masih di Chengdu.

Sepertinya Hong Jin Tian obat anti high altitude sickness yang kami rajin minum sebelum berangkat memang tidak membawa manfaat yang berarti atau mungkin dosisnya kurang tepat. Ada teman yang saking tidak tahan dengan sakit kepalanya, berniat kembali ke Chengdu saat itu juga. Untung guide kami segera memberikan obat ajaib yakni obat anti  high altitude, yang resmi digunakan oleh tentara China, yang kapsulnya berwarna biru putih itu. Setelah diminum beberapa saat, sakit kepala dan pusing langsung sembuh.



Tetapi masalah rongga perut saya tidak kunjung sembuh. Sepertinya asam lambungnya naik, sama halnya dengan kemasan biskuit, mie dan snack yang kami bawa, semua menggelembung seperti balon. Pada hari pertama di Tibet saya sama sekali tidak makan. Minum air putih saja langsung muntah lagi. Bayangkan beberapa hari berturut-turut tidak makan, di tengah suhu udara yang begitu dingin, stamina saya langsung menurun.

Beberapa Hal Yang Wajib Ditaati
  • Kondisi badan harus benar-benar sehat.


  • Tidak kolestrol tinggi, tidak trigliserid tinggi, tidak tekanan darah tinggi, tidak masalah dengan jantung, tidak masalah dengan asam lambung, tidak masalah dengan pernafasan.
  • Tidak melakukan aktifitas apapun setiba di Lhasa selain beristirahat.
  • Jangan mandi dan keramas pada hari pertama dan kedua untuk menghindari jatuh sakit terutama pada musim dingin. Untuk hari ke 3 dan seterusnya lebih baik memperhatikan kondisi badan jika ingin mandi.
  • Tidak memotret pasukan keamanan. 




  • Tidak memotret saat berada di border dan sekitarnya antara Tibet dan Nepal.

Sekilas Tentang Jokhang Temple & Potala Palace
Setelah beristirahat setengah hari dan satu malam di hotel, hari ke 2 kami dijadwalkan mengunjungi Jokhang Temple pada pagi hari dan Potala Palace pada sore hari. Ternyata untuk mengunjungi tempat seperti ini harus dijadwalkan terlebih dahulu, tidak bisa masuk sesuka hati. Di ticket masuk juga sudah dicantumi nama dan waktu kunjungannya, jadi jika kita datang tidak sesuai jadwal tentu tidak akan diizinkan masuk. Hal ini sebagai upaya untuk membatasi jumlah kunjungan pada waktu yang bersamaan.

Jokhang Temple disebut juga Jokhang Monastery, bangunannya merupakan gabungan arsitektur Dinasti Tang China, Nepal dan India. Pada ruang tengah lantai dasar, keempat sisi dari ruangan itu terdiri dari kamar-kamar kecil yang masing-masing berisikan 3 hingga 6 buah patung seukuran manusia, dengan wajah yang menurut saya agak menakutkan. Sedangkan bagian tengahnya konon merupakan tempat berkumpulnya para La Ma atau bhikhu setiap pagi. Suasananya remang-remang dan dilarang untuk berfoto di tempat ini.

Di lantai atas dari Jokhang temple kita boleh mengambil foto, bahkan dari atap bagunan ini kita bisa melihat Potala Palace dari kejauhan. Jika kita melihat ke bawah, kita akan menemukan banyak masyarakat Tibet yang sedang melaksanakan ritual keagamaan dengan cara yang unik dan agak ekstrim. Sangat berbeda dengan ajaran Buddha di belahan lain dunia ini.













Potala Palace dibangun di tengah-tengah kota Lhasa oleh Dalai Lama ke5 dan digunakan sebagai istana musim dingin sejak abad ke 7, sekaligus lambang Budhisme Tibet. Saat pembangunan istana Potala, konon Lhasa masih merupakan sebuah lembah, jauh dari perkembangan yang kita lihat saat ini. Namun semenjak Dalai lama ke14 mengungsi ke India pada tahun 1959, bangunan ini sekarang lebih dikenal sebagai museum, world heritage site dan icon Tibet.








Jika ada istana musim dingin, tentu ada juga istana musim panas. Nama istana musim panasnya Norbulingka, sayang kami tidak sempat datang.

Perjalanan hari ke-3 gagal
Hari ke 3 kami berangkat lebih pagi karena kami akan keluar dari Lhasa menuju Namtso Lake, sebuah danau suci yang konon sangat indah dan tidak boleh terlewatkan jika menginjakkan kaki di Tibet. Di tengah perjalanan ada pos pemeriksaan, polisi yang mengawal rombongan kami selama berada di Tibet segera turun untuk melapor, dan membawa serta semua pasport kami dan Tibet permit. Ketika pak polisi kembali ke dalam bus ternyata bad news yang kami dapatkan. Mobil kami dilarang melanjutkan ke Namtso karena sedang terjadi badai salju, jalanan sudah ditutup. Kecewa tentunya tetapi apa yang mau dikata, karena ini faktor alam yang benar-benar di luar kendali manusia.


Guide kami berusaha memberi solusi dan mengalihkan busnya menuju sebuah pemandian air panas. Siapa yang mau mandi di sana biayanya akan ditanggung oleh travel agent. Sesampai di lokasi suhu udaranya sangat dingin, asap belerang membubung tinggi bikin susah nafas. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Lhasa. Sesampai di Lhasa kami mengunjungi Drepong Monastery.









Pada malam harinya kami berfoto-foto di depan Potala Palace setelah selesai makan malam di sebuah restoran hotpot yang membawa kesan cukup dalam dan tak terlupakan seumur hidup terlebih buat Kinoy.

Ini Makanan Khas Tibet Yang Harus Dicoba

  • Momo, sejenis sui kiau

  • Nasi goreng daging yak
  • Butter Tea atau Su You Cha 



sumber foto : Susana Juwono


(.........bersambung )


Tibet - Part 1
http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/12/tibet-part-1.html

Tibet - Part 3
http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/12/tibet-part-3.html