Wednesday, January 28, 2015

Avatar Mountain - Zhangjiajie National Forest Park ( Part 2 )



Kami telat 2 jam tiba di homestay dari rencana semula. Sebenarnya sudah sangat lapar, tetapi karena saking 'exciting' dengan pemandangannya, sehingga seketika semua orang sudah lupa akan hal ini. Sambil menunggu kokinya menyiapkan makan siang, saya langsung mengatur pembagian kamar biar teman-teman bisa beristirahat sebentar. Saat makan, sesuai apa yang saya perkirakan sebelumnya bahwa masakan Hunan yang juga bercita rasa pedas itu bisa diterima dengan baik oleh setiap anggota. Jadi saat semua kawan memakan dengan lahap tentu bukan karena cuaca dingin dan kelaparan sehingga semua makanan terasa enak, tetapi lebih karena citarasa masakannya benar-benar ok.
Sebelum datang ke tempat ini saya sudah mensosialisasikan kepada teman-teman saya bahwa tidak ada restoran halal di tempat ini karena kami menginap di gunung, bukan di kota. Namun saya akan mencoba berbicara dengan pihak homestay jika mereka bersedia membeli peralatan masak memasak yang baru, apakah hal ini bisa diterima oleh teman- teman saya yang semuanya muslim. Setelah kami sepakat dengan solusi ini barulah saya mulai merencanakan perjalanan ini. Namun pada waktu sedang makan malam, teman saya Isti tidak memakan masakan daging ayam yang telah disiapkan. Saya penasaran dan terus berusaha untuk meyakinkan dia bahwa itu daging ayam, halal. Yaah.. belakangan saya baru mengerti bahwa menurut hukum islam, hewan itu halal jika pemotongannya sesuai cara Islam.



ini meja makan buat teman-teman saya





saya diajak makan bersama dengan keluarga Wang, pemilik rumah dari suku Tujia


pohon buah pear di depan dan belakang rumah


buah pear yang sudah matang berwarna coklat



menu sarapan berupa mie, mantou, telur rebus, bubur dan acar
Sore harinya kami explore di Tianzhishan, sekitar 1 km dari homestay. Pemandangannya mantap dengan langit yang cerah. Namun saat kami ingin turun ke spot yang bernama Shentangwan hujan turun tiba-tiba, dan kami terpaksa lari berhamburan menuju homestay, yang letaknya tidak jauh dari tempat itu. Taman nasional ini memiliki luas 397.5 km2 dan merupakan situs warisan budaya dunia di bawah UNESCO, sekaligus Global Geopark.









Pada hari ke2 ternyata kami tidak seberuntung hari sebelumnya, sejak pagi kabut sudah turun sangat tebal dan menyelimuti seluruh kawasan pegunungan. Jarak pandang sangat pendek, lalu dibarengi hujan hingga sore. Praktis di hari ke2 ini kami hanya bisa diam di homestay. Agak kesal memang, tetapi apa mau dikata karena perubahan cuaca benar-benar di luar kendali kita. Beruntung teman-teman saya pada betah tinggal di homestay. Karena bangunan rumah, yang terbuat dari kayu ini tergolong masih baru. Kamarnya nyaman, makanannya enak dan perlu dicatat bahwa kami diperlakukan sangat spesial. Namun karena cuaca buruk, dengan berat hati kami terpaksa skip beberapa spot keren yang seharusnya kami 'explore' di hari ke2 ini.


















Bulan September ternyata adalah masa peralihan dari Summer ke Autumn, curah hujannya tinggi. Trip saya yang sebelumnya adalah akhir Agustus, keadaannya jauh lebih baik. Berikut ini adalah foto-foto dari spot-spot yang saya ambil pada kunjungan sebelumnya.


































Pada hari ke3, setelah sarapan kami bergegas menuju beberapa spot utama, meskipun harus memakai jas hujan. Untung saat kami tiba di sana, hujan mulai reda walaupun sesekali masih gerimis. Sebelum pukul 12 siang kami harus segera kembali ke homestay karena kami harus segera turun gunung untuk mengejar kereta menuju Liuzhou, sebuah kota kecil bertetanggaan dengan Guilin.












World's number 1 natural bridge





pilar ini yang dipakai dalam film Avatar sebagai Floating Mountain

 
Saat turun dari Tianzhishan, kami memilih menggunakan kereta gantung. Di luar dugaan, justru itu merupakan momen yang paling berkesan. Saat itu pula kami merasakan seperti berada di dalam film Avatar, terbang di antara pilar-pilar batu, menembus kabut yang tebal. So Amazing, dan momen seperti ini tidak saya peroleh pada trip sebelumnya, karena saat itu tidak ada kabut yang mendramatisir seluruh kawasan seperti ini. Jadi meskipun mereka kehilangan banyak spot yang spektakuler tetapi tergantikan dengan suguhan ending trip yang luar biasa.








foto : Isti Anggraini


foto : Isti Anggraini
Turun dari kereta gantung, kami harus menumpang shuttle bus menuju gerbang utama di kaki gunung. Gerbang ini bernama Wulingyuan dan terletak di Wulingyuan Scenic Area, bukan kota Zhangjiajie sebagaimana pada saat kami datang. Jadi bisa anda bayangkan betapa luasnya Taman Nasional ini.




Untuk kembali ke stasiun di Zhangjiajie kami mencarter sebuah mobil dari depan gerbang Wulingyuan, dan perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 1 jam. Tiba di stasiun, kami bergegas makan dulu di McD. Waktunya pas-pasan, hanya berselang 1 jam kemudian setelah kami masuk ke dalam ruang tunggu, kereta menuju Liuzhou diberangkatkan. ( tunggu cerita pengalaman kami 'explore' Yangshuo pada tulisan berikutnya)


stasiun Zhangjiajie


Catatan tambahan :
  • Jika anda datang seorang diri, anda bisa naik bus dari terminal di samping stasiun menuju Zhangjiajie National Forest Park dengan hanya membayar 10 Yuan, atau langsung ke Wulingyuan jika anda ingin masuk dengan menggunakan kereta gantung.
  • Harga tiket masuk ke Taman Nasional ini adalah 245 Yuan. Karcis masuk ini berlaku untuk 2 hari atau 2 kali masuk. Ini untuk memudahkan bagi mereka yang menginap di tengah kota, bisa masuk lagi pada hari berikutnya. Namun jika anda menginap di homestay atau rumah penduduk di gunung seperti yang kami lakukan, tentu tidak ada batasan waktu selama anda tidak keluar dari kawasan itu. 
  • Untuk menuju pemukiman atau spot-spot di atas gunung, ada 3 cara yaitu : trekking, naik kereta gantung, dan menggunakan lift. Tentu cara ke2 dan ke3 anda harus membayar. Harga tiket kereta gantung 67 Yuan, sedangkan untuk sky lift harga tiketnya adalah 72 Yuan.
  • Sebenarnya ada kereta cepat dari Guangzhou menuju Changsha, ibu kota propinsi Hunan dan hanya memakan waktu 3,5 jam. Namun setelah dihitung-hitung, dari Changsha kami harus naik bus menuju Zhangjiajie, lalu menginap semalam. Biaya perjalanannya menjadi lebih mahal.
  • Pemandangan di Taman Nasional ini memiliki keindahan yang berbeda dari musim ke musim. Jika anda ingin menyaksikan pemandangan surga dengan gumpalan awan berseliweran di antara pilar-pilar, datanglah pada musim panas. Pemandangan seperti itu hanya bisa dilihat usai hujan lebat di musim panas.

Avatar Mountain - Zhangjiajie National Forest Park ( Part 1 )



"Perkiraan total biaya perjalananan per orang adalah 7 juta Rupiah, tentu ini ala backpacker. Biaya ini sudah termasuk tiket pesawat, biaya akomodasi, tiket kereta dan makan selama 10 hari menjelajah di 3 kota utama di 3 propinsi. Wow... murah bangat !!"

Menjelajah alam yang maha dahsyat di China seumpama sedang mengikuti kisah sebuah perjalanan panjang, atau mungkin sedang membaca sebuah buku petualangan bersambung, yang entah kapan bagian terakhirnya akan ditulis. Rasa kagum demi kagum dan kejutan demi kejutan yang kita rasakan di sepanjang perjalanan, sering kali membuat kita seketika lupa akan segala kesulitan, hambatan dan kelelahan yang baru saja kita lalui. Didukung oleh perubahan 4 musim yang selalu menampilkan keindahan yang berbeda di sepanjang tahun, kekayaan alam di sana menjadi sangat luar biasa dan mungkin saja anda akan punya cerita yang berbeda dengan teman anda meskipun berada di lokasi yang sama. Karena perginya di musim yang berbeda.
Untuk perjalanan kali ini saya tidak sendirian dan untuk pertama kali saya membawa serta tim dari Jakarta. Tim semula yang terbentuk adalah 4 cowok dan 5 cewek, akan tetapi menjelang hari keberangkatan ada 2 teman yang gagal berangkat karena masalah pekerjaan. Padahal tiket pesawat dan kereta sudah dibeli. Sedikit kecewa memang, namun yang lebih disayangkan adalah tiketnya hangus begitu saja.
Penjelajahan kali ini mencakupi wilayah di propinsi Guangdong, Hunan dan Guangxi dengan tujuan utama sebagai berikut :
  • Gunung Avatar yang berada di dalam kawasan Zhangjiajie National Forest Park.
  • Kemudian bersepeda menyusuri sungai Yu Long di Kota Yangshuo, yang letak geografinya memang sangat unik karena kota ini berada di sela-sela bukit karst.
  • target ke3 adalah menelusuri tepi sungai Li yang terkenal itu. Yang kami lakukan ini tidak umum, benar-benar tidak mainstream, yaitu trekking menyusuri tepi sungai Li dan perkampungan-perkampungan yang berada di bantaran sungai, bukan naik cruise. 
  • Target terakhir adalah blusukan di Guangzhou.
Saya sendiri sudah pernah 'explore' Taman Nasional Zhangjiajie, atau sekarang dikenal juga dengan julukan Avatar mountain, dan kota Yangshuo secara terpisah beberapa tahun yang lalu. Pemandangan di ke dua tempat ini memang benar-benar dahsyat dengan suasananya yang bikin kangen untuk bisa kembali suatu saat nanti, tetapi entah kapan. Kebetulan teman-teman saya rata-rata belum pernah ke China, didorong rasa kangen ingin kembali mengunjungi ke dua tempat ini, saya langsung menyanggupi ketika beberapa orang di antara mereka meminta saya merencanakan trip ini.
Setelah semua perencanaan sudah mantap, kami melakukan pertemuan di salah satu Café di Grand Indonesia. Perkiraan total biaya perjalananan per orang adalah 7 juta Rupiah, tentu ini ala backpacker. Biaya ini sudah termasuk tiket pesawat, biaya akomodasi, tiket kereta dan makan selama 10 hari menjelajah di 3 kota utama di 3 propinsi. Wow... murah bangat !! Semua anggota sepakat, tanggal ditentukan, tiket pesawat pun segera dibeli.

Saya berangkat 3 hari lebih awal dibandingkan teman-teman saya. Karena saya harus memastikan tiket kereta dari Guangzhou ke Zhangjiajie, juga tiket kereta dari Zhangjiajie menuju Liuzhou. Semula kami merencanakan, begitu tiba di Guangzhou pada pagi hari, langsung transit ke stasiun dan menumpang kereta ekonomi, dengan nomor kereta K9064/9065 menuju Zhangjiajie pada pukul 2 siang. Namun apa daya ternyata pada hari itu tidak ada jadwal kereta menuju Zhangjiajie, sehingga kami harus menginap semalam di YHA Guangzhou. Beruntung saya datang lebih awal sehingga perubahan ini tidak menjadi kendala yang berarti. Di YHA Guangzhou Catalpa Garden ini kami tinggal di dormitory, kamarnya bersih, lokasinya dekat Yangji MRT station, per bed 67 Yuan sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan YHA di kota kecil yang rata-rata hanya 40 hingga 45 yuan.


Memasuki stasiun utama kota Guangzhou, beberapa teman saya sempat disorientasi seakan sedang mudik Lebaran di tanah air. Manusia berjubel, berisik, mendorong, menjerit, panik saat berebut untuk masuk ke dalam stasiun. Padahal ini hanyalah gambaran sehari-hari di stasiun utama Guangzhou bukan suasana mudik lebaran. Bisa anda bayangkan bagaimana keadaannya saat mudik Tahun Baru China ( imlek ) tiba. Saya sendiri tidak merasakan heran dengan situasi seperti ini, karena mengingat jumlah populasinya yang super banyak itu. Secara resmi jumlah populasi yang tercatat adalah 1,3 milyar orang , sebuah angka yang fantastik tentunya, namun mungkin saja angka ini masih harus ditambahkan lagi dengan adanya kemungkinan anak-anak yang secara diam-diam dilahirkan dan tidak dilaporkan karena kebijakan 1 anak itu. Bagi mereka yang pertama kali menginjakkan kaki di China pasti terkaget-kaget saat melihat lautan manusia berada di mana-mana.

Kereta berangkat tepat waktu pada pukul 2 siang, dan diperkirakan kami baru akan tiba di kota Zhangjiajie pada pukul 4 subuh hari berikutnya. Gerbong yang kami tempati adalah gerbong hard sleeper dengan ranjang tingkat 3 susun. Harga tiket kereta adalah 156/161/167 Yuan untuk ranjang tingkat atas, tengah dan bawah. Masing-masing penumpang mendapat bantal dan selimut serta dilengkapi termos air panas. Perlu dicatat makanan yang dijual di dalam kereta api tidak ada yang halal. Untung teman-teman saya membawa rendang dari Jakarta. Kami juga membeli telur rebus saat masih di stasiun, juga membawa 5 kotak nasi putih, saat makan siang di restoran halal di dekat hostel, sehingga untuk soal makan malam di dalam kereta tidak menjadi masalah.











Tiba di stasiun Zhangjiajie, kami langsung dikerumuni sejumlah guide lokal yang berusaha untuk menawarkan jasa mereka. Saya bilang terima kasih, karena seorang teman lokal yang saya kenal pada perjalanan sebelumnya sudah membantu mencarikan mobil untuk kami. Xiao Zhung teman saya itu datang dengan ditemani seorang perempuan muda, padahal saya tahu wajah istrinya dan saya juga kenal adik iparnya. Belakangan diketahui bahwa perempuan muda ini adalah kenalannya Xiao Zhung dan hanya ingin pura-pura sebagai guide dan masuk secara gratis ke dalam Taman Nasional ini bersama-sama dengan tim kami.



Tiba di depan gerbang taman nasional Zhangjiajie, hari sudah terang. Kami bergegas sarapan dulu, bubur dan mie di kedai di seberangnya, supaya tenaganya cukup dan siap untuk mendaki hingga spot-spot spektakuler di bagian atas. Hal ini menjadi penting mengingat suhu udara cukup dingin dan jalur pendakian berupa ribuan anak tangga yang terjal, pasti sangat menguras energi.

"Benar-benar alam yang dahsyat, dan ini menjadi alasan utama mengapa saya memilih memulai trekking dari dasar, supaya kita bisa merasakan bagaimana rasanya ketika kita sedang berada di dasar lembah, di kaki pilar-pilar gunung itu.   
Saat kita berada di atas nanti, kita bisa membayangkan bagaimana keadaan di bawah sana, tidak ada penyesalan, tidak ada penasaran, benar-benar megah."
Begitu memasuki gerbang utama kami langsung trekking menyusuri sungai kecil dengan aliran sungai yang tidak terlalu deras, tetapi bisa terdengar suara gemericik airnya di tengah heningnya suasana hutan. Terasa segar dan sejuk terlebih bagi kami yang belum pada mandi. Berjalan tidak jauh dari situ, kami langsung disuguhkan pemandangan yang indah, bukit-bukit karst yang menjulang tinggi. Benar-benar alam yang dahsyat, dan ini menjadi alasan utama mengapa saya memilih memulai trekking dari dasar, supaya kita bisa merasakan bagaimana rasanya ketika kita sedang berada di dasar lembah, di kaki pilar-pilar gunung itu. Saat kita berada di atas nanti, kita bisa membayangkan bagaimana keadaan di bawah sana, tidak ada penyesalan, tidak ada penasaran, benar-benar megah. Setelah melewati jembatan di mana banyak ditemukan kios yang menyewakan kostum suku Tujia, Suku Bai dan Miao untuk berfoto, kami langsung memulai trekking menuju atas.













































Berhubung anggota tim kami lebih banyak perempuan, kami baru berhasil mencapai spot yang terdekat di atas gunung dengan durasi 6 jam. Masuk rekor juga dan tentu rekor terlama mestinya. Meski nafasnya pada ngos-ngosan tetapi saya mendengar dengan jelas dari mulut mereka tidak henti-hentinya mengucapkan " Allahu akbar ", karena memang benar-benar tidak mampu menahan kekaguman demi kekaguman yang mereka rasakan di sepanjang pendakian. Taman Nasional ini kini juga dikenal dengan nama Gunung Avatar sejak China mengklaim bahwa background dari film Avatar diambil dari kawasan Taman Nasional ini.
















Sampai di atas kami menumpang shuttle bus yang melayani rute spot Tianzhishan. Di depan spot yang bernama Shentangwan kami minta supir berhenti. Karena saat pertama kali saya datang, saya juga menginap di daerah ini. Alasan mengapa saya kembali memilih lokasi ini, karena persis di depan homestay pemandangannya sangat dahsyat dan cenderung agak sepi, tidak banyak pengunjung, dan saya merindukan bisa menikmati suasana pagi di pinggir jurang, menyaksikan matahari terbit di antara pilar-pilar. Amazing.







(......bersambung)

Avatar Mountain Part 2
http://johntravelonearth.blogspot.com/2015/01/avatar-mountain-zhangjiajie-forest.html