Wednesday, July 1, 2015

Saparua Island - Moluccas 2




Pagi itu kami berangkat dari Masohi dengan mencarter speed boat, tentu ingin melanjutkan perjalanan menuju Mahu, salah satu wilayah pesisir pantai yang berada di Pulau Saparua. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit. Tiba di Desa Mahu kami sudah disambut oleh petugas dari Mahu Village Lodge, yang letaknya berada persis di dermaga tempat di mana speedboat menurunkan kami.




Pulau Saparua adalah pulau terbesar dari gugusan kepulauan Lease. Pulau Haruku, Nusa Laut dan Molana adalah 3 pulau lainya yang tergabung dalam gugusan kepulauan ini. Sedangkan Pulau Nusa Laut sendiri merupakan tempat kelahiran pahlawan nasional Martha Christina Tiahahu. Karena keindahan alam dan nilai sejarah yang terdapat di kepulauan ini, kini muncul gagasan dari Archipelago Solidarity Foundation, untuk mengajukan kepulauan ini menjadi warisan budaya dunia. Mudah-mudahan bisa terwujud.
Setelah check in di Mahu Village Lodge selesai, kami segera kembali ke dermaga. Siang itu agenda kami akan diisi dengan kegiatan bawah laut di sekitar perairan Pulau Nusa Laut. Untuk menghemat waktu, kami terpaksa makan siang di dalam boat.

Sepanjang sore itu kami hanya bermain di laut, tidak jadi naik ke Pulau Nusa Laut. Kami berenang dan snorkeling sepuasnya di depan Desa Amet karena coral garden di perairan ini memang sangat indah, sehingga kami memutuskan tidak naik ke darat.

Sumber : Google

Foto : Nina Wong

Foto : Nina Wong

Foto : Nina Wong














Agenda kami di hari ke 2 cukup padat. Sesuai rencana kegiatan hari itu akan diisi dengan sejumlah agenda untuk mengeksplorasi Pulau Molana dan perairan di sekitarnya. Kemudian kembali ke darat, makan siang, lalu dilanjutkan dengan menyisir sebuah benteng tua peninggalan Portugis. Benteng ini sempat dikuasai juga oleh VOC pada masa penjajahan Belanda, yaitu Benteng Duurstede. Terakhir kami akan masuk ke dalam sebuah gua yang eksotik "Tujuh Putri", dengan kolam yang jernih di dalamnya dan berwarna biru kehijauan.

Selesai sarapan, eksplorasi di hari ke 2 pun segera dimulai. Spot pertama adalah Pulau Molana dan perairan sekitarnya.


Pulau Molana
Pulau ini konon telah dikelola secara privat, namun ketika kami datang ke sana kami masih bisa naik ke atas pulau tanpa ada larangan. Hanya saja sedikit sayang ketika kami tiba di sana cuaca kurang mendukung. Langit tiba-tiba berubah menjadi mendung, laut sedikit bergelora, angin bertiup cukup kencang dan hujanpun akhirnya tak terbendung lagi. Sambil diguyur oleh hujan dan dalam keadaan basah kuyup, udara di pantai terasa dingin sekali. Tetapi anehnya ketika kami berusaha masuk kembali ke dalam air dan berenang di laut, badan malah segera terasa hangat dan tidak kedinginan lagi. Kami memang sengaja tidak berteduh di bawah pohon untuk menghindari petir.










Karena cuaca buruk, akhirnya kami hanya menghabiskan waktu berteduh di pantai sambil menunggu badai reda. Sehingga tidak banyak yang kami ketahui tentang Molana, namun satu hal bisa dipastikan adalah air lautnya yang sangat jernih, bening sebening crystal. Konon kehidupan bawah lautnya juga sangat indah, tidak kalah jika dibandingkan dengan kekayaan taman laut yang ada di Raja Ampat.

Banyak wisatawan asing datang ke Indonesia khusus untuk berkunjung ke tempat ini, bahkan ada seorang wisatawan asal Perancis yang sudah 3 bulan berada di Molana. Yang membuat saya tercengang adalah dia ternyata menjual trip Diving Molana via online dari tempat ini dan menunggu kliennya yang rata-rata adalah tamu Eropa itu untuk datang ke sana.










Setelah badai agak mereda, kami segera kembali ke darat. Di dekat dermaga Haria, kami meminjam kamar mandi dari warga setempat untuk berganti pakaian, lalu segera meluncur ke tengah kota Saparua. Kota Saparua oleh penduduk lokal disebutnya Negeri Saparua. Rupanya kata "Negeri" di sini artinya desa, jadi di Pulau Saparua ini terdapat 18 Negeri. Misal Negeri Saparua, Negeri Haria, Negeri Mahu, dan 15 Negeri lainnya. Namun saya pribadi masih lebih memilih untuk menggunakan istilah desa ketimbang kata Negeri, supaya tidak timbul kerancuan. Selesai makan siang di Desa Saparua,kami melanjutkan perjalanan ke Benteng Duurstede, yang letaknya tidak jauh dari jalan utama di Saparua. 


Benteng Duurstede
Benteng peninggalan bangsa penjajah Portugis ini, tidak terlalu besar. Namun saksi bisu penjajahan di masa silam ini masih berdiri kokoh meskipun sudah berusia lebih dari 3 abad lamanya. Benteng ini konon berhasil direbut oleh VOC pada tahun 1691. Kemudian pada bulan Mei 1817, pasukan di bawah pimpinan Pattimura berhasil memukul mundur VOC dari Saparua, namun pada bulan November 1817 benteng ini kembali jatuh ke tangan VOC setelah mendapat bantuan dari Raja Ternate dan Tidore.

















Gua Tujuh Putri
Gua eksotis ini terletak di Desa Kulur. Untuk mencapai mulut gua, kita hanya perlu berjalan kaki sekitar 15 menit dari pinggir jalan. Gua ini termasuk jenis gua bawah tanah dengan posisi mulut gua sedikit menurun ke bawah. Waktu kami tiba di sana, hari sudah sore. Cahaya yang masuk lewat mulut gua maupun celah yang berada di sisi kiri gua, tidak lagi mampu menerangi dengan baik bagian dalam gua, sehingga untuk mengambil foto di dalam gua kami mengalami banyak kendala. Jika anda berencana untuk datang ke tempat ini, sebaiknya datang pada siang hari.


Gua ini memiliki kolam yang indah di rongga tengah dengan air super jernih dan berwarna biru kehijauan. Sumber mata air sepertinya memang berada di dasar kolam ini. Di sisi gua sebelah kanan juga terdapat kolam, namun karena rongga itu tidak terpancar oleh sinar matahari sehingga sangat gelap. Ada semacam perasaan yang kurang nyaman untuk masuk ke wilayah itu.










Foto : Nina Wong
Saat masuk ke dalam gua maupun saat keluar, kita perlu ekstra hati-hati melangkah, karena injakannya terdiri dari batu-batu berlumut yang basah dan licin. Meski demikian perjalanan ini akan menjadi sangat spesial jika anda berani masuk ke dalam gua, berenang di dalam kolam sebening crystal, dan tentunya anda akan mendapatkan foto yang sangat eksklusif.

ketika kami kembali dari gua Tujuh Putri, di sepanjang jalan desa kami berpapasan dengan warga setempat yang sudah berpakaian rapi, siap-siap untuk ke gereja. Karena malam itu adalah malam tahun baru, malam pergantian tahun. Semua orang di seluruh dunia sedang sibuk mempersiapkan acara penyambutan datangnya tahun baru. Sedangkan kami masih dengan badan yang lusuh dan duduk berhimpitan di dalam angkutan umum, yang kami carter. Inilah salah satu alasan mengapa saya tidak suka berpergian di akhir tahun.

Untung Mahu Village Lodge mengerti perasaan kami, selesai makan malam kami diberitahu bahwa akan ada small party untuk menyambut tahun baru 2015 buat para tamu, kemudian tepat pukul 12 malam akan diadakan pelepasan lampion , lalu diikuti dengan peluncuran kembang api.

Padahal, setelah bereksplorasi seharian penuh badan saya sudah cukup lelah. Ditambah lagi dengan kondisi badan yang sebentar basah sebentar kering, badan mudah masuk angin dan tidak fit. Apalagi beberapa di antara kami terjangkit sakit mata yang cukup serius sejak kami masih di Masohi, dan untuk membeli obat saja ternyata harus mencarter speedboad ke kota Ambon. Akhirnya saya meminta pemilik penginapan untuk membantu kami mencarikan daun sirih, dan direbus. Kemudian mata yang sakit segera dibasuh dengan air rebusan daun sirih. Ini adalah cara yang ampuh untuk mengatasi sakit mata, secara tradisional di saat obat dokter tidak tersedia.

Namun teman kami yang berasal dari Perancis, matanya sangat merah, bengkak dan berair, spontan dia panik dan sangat khawatir. Karena menurutnya di Perancis tidak ada penyakit mata seperti ini, sehingga dia memutuskan tetap mencarter boat untuk kembali ke Ambon dan segera terbang ke Jakarta pada keesokan harinya. Menurut dokter umum, yang bertugas di puskesmas Saparua, bakteri penyebab sakit mata masih sering mewabah di Pulau Seram dan sekitarnya.
Kembali ke acara penyambutan tahun baru yang diadakan oleh pihak lodge. Sekitar pukul 23.00 malam itu semua tamu lodge yang mayoritas adalah turis asal Eropa itu berkumpul bersama di ruang makan. Pesta sederhana itu dipimpin oleh pemilik Mahu Village Lodge dengan kata sambutan singkat, lalu dilanjutkan dengan perjamuan makanan berupa kue-kue dan minuman. Mendekati pukul 24 tengah malam, kami semua berjalan menuju dermaga. Di sana diadakan pelepasan lampion, kemudian disusul acara puncak berupa peluncuran kembang api.



















Setelah itu kami berjalan sekitar 50 meter dari Mahu Village Lodge dan bergabung bersama masyarakat setempat, menyaksikan sekaligus mengikuti pesta rakyat yang diselenggarakan oleh warga Mahu secara bersama-sama pada setiap malam pergantian tahun. Semua warga dan para tamu asing maupun domestik yang turut hadir dalam acara itu, bebas mencicipi semua jenis makanan lokal yang dihidangkan di atas meja panjang berukuran lebih dari 30 meter itu. Acaranya cukup meriah dan mereka merayakannya hingga pagi.









Papeda dingin, enak.









Benar-benar pengalaman yang unik dan tak terlupakan. Sebuah kesederhanaan, sebuah kejutan yang datang tiba-tiba di saat hati sedang merindu. Menyejukkan hati, mendatangkan kebahagiaan.

Selain papeda dingin yang dihidangkan dengan kuah kacang asam pedas, dan juga papeda panas dengan kuah ikan yang wajib kamu coba, di sana ada 2 jenis penganan khas dari pulau Saparua yang tidak boleh anda lewatkan juga, yaitu roti ampas sagu dan halua kenari. Rasanya enak dan gurih.

Roti ampas sagu

Halua Kenari




End.

Ora Beach, Sawai Village, Kelinanti Hill - Moluccas 1
http://johntravelonearth.blogspot.com/2015/07/ora-beach-sawai-village-kelinanti-hill.html

Hongtudi - Dongchuan Red land Of Yunnan

Wae Rebo Village

Padar Island

Flores Overland

Komodo National Park - Part 1

Komodo National Park - Part 2

Avatar Mountain Part 1

Nusa Penida Island










4 comments:

  1. Hi John,

    Kami yang kelola pulau Molana. Memang tidak ada larangan bagi pengunjung untuk naik ke pantai. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami bisa menyediakan fasilitas umum seperti kamar mandi dan air bersih agar pengunjung dapat memanfaatkannya.
    Terima kasih atas tulisan laporan jalan-jalan ini, sangat membantu mendapatkan perspektif pelancong ke Kepulauan Lease terutama Saparua, Nusa Laut dan Molana. Bravo!

    Salam,
    pico sp

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi juga Pak Pico Seno, maaf baru sempat menjawab. Molana memang sangat indah dan terus terang sewaktu di Jakarta saya tidak tahu menahu tentang pulau indah satu ini. Saya yakin masih banyak yang seperti saya tidak mendapatkan info yang lengkap tentang Maluku, khususnya Molana. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi bagi mereka yang sedang merencanakan perjalanan ke Maluku.

      Salam
      John

      Delete