Melbourne adalah kota yang saya pilih sebagai gerbang untuk masuk ke benua Australia. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih Melbourne, pertama karena LCC memiliki rute Jakarta- Melbourne. Kedua, karena Melbourne termasuk satu di antara deretan kota-kota di dunia yang paling nyaman untuk hidup atau tinggal. Alasan ke-3 karena rasa penasaran saya dengan pemandangan di sepanjang Great Ocean Road dan Twelve Apostles yang konon sangat menakjubkan itu. Beberapa waktu lalu saya pernah menulis tentang perjalanan saya ke Tasmania, sesungguhnya trip itu merupakan bagian akhir dari rangkaian perjalanan ini.
| |||||||||||||||
Cukup lelah sebenarnya jika harus mengambil Low Cost Carrier atau LCC. Bayangkan saja pesawat yang kami tumpangi tinggal landas dari Terminal 3 Soekarno-Hatta Airport pada pukul 6.30 pagi akan tetapi kami baru tiba di Melbourne pada pukul 00:15 esok paginya. Hal ini terjadi karena kami harus menunggu beberapa jam sebuah connecting flight yang akan memberangkatkan kami dari KL menuju Melbourne. Saran saya jika harga ticket LCC tidak benar-benar murah lebih baik memilih commercial Airline saja yang melayani rute langsung, kecuali ada selisih harga yang cukup signifikan. Tiba di Melbourne tidak ada yang menjemput karena kami memang tidak punya relasi di sana, tetapi ada satu hal yang pasti yaitu kami disambut oleh hujan yang cukup lebat malam itu. Karena hari masih gelap apalagi sedang turun hujan, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di Airport.
bermalam di Melbourne International Airport
| |||||||||||||||
Cuaca akhir Februari di Melbourne memang sedang kurang bersahabat, hujannya turun semalaman dan awet hingga pagi hari. Padahal sejumlah agenda yang sudah kami susun sebelumnya, sudah menanti untuk segera diwujudkan. Apa mau dikata jika keberuntungan memang tidak sedang berpihak pada kami kali ini. Tentu ini bukan sebuah gagasan jika kami sampai harus hujan-hujanan sambil membawa backpack berkeliling kota. Akhirnya kami memutuskan naik 'Star Bus' menuju Hotel Discovery, meskipun waktu check in yang telah ditentukan adalah jam 2 siang. Tentu ini bukan sebuah pelanggaran bagi kami untuk mencoba terlebih dulu, siapa tahu kamar hotel sudah siap, dan staffnya berbaik hati mau mengizinkan kami check in pada jam 07.00 " ngarap mode on ". | |||||||||||||||
Namanya saja Hotel Discovery, tetapi sesungguhnya bukan hotel. Lebih tepat adalah sebuah hostel backpacker. Liftnya sangat pelan, dan kamar mandi jaraknya jauh dari kamar. Tetapi front officenya melayani 24 jam, staffnya sangat cekatan dan lugas. Begitu Star bus drop kami di depan hotel, saya benar-benar kaget ketika kaki kami mulai melangkah masuk ke dalam " lobby " hotel. Suasananya seperti medan perang. Bule-bule backpacker memenuhi hampir setiap sudut dari ruangan, yang tidak terlalu besar itu. Keadaannya terlihat agak semberawut dengan manusia duduk asalan bercengkrama satu sama lain. Michelle, wanita setengah baya berambut pirang yang sedang piket pagi itu sungguh berbaik hati. Dia menerima kedatangan kami dan mempersilakan kami menunggu sekitar 15 menit bagi mereka untuk merapikan kamar dan kami pun diizinkan untuk check in saat itu juga. Terima kasih Tuhan.
kamar mandi umum di hotel Discovery
(.........bersambung ) http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/08/melbourne-great-ocean-road-part-2.html |
Friday, August 22, 2014
Summer Rain, Melbourne & Great Ocean Road ( Part 1 )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment