Monday, February 15, 2016

Miao Zhai Village, Hunan China.




Populasi Suku Miao yang berada di propinsi Hunan konon merupakan konsentrasi Suku Miao terbesar di China. Selain mereka yang menetap di Fenghuang, masih terdapat puluhan Suku Miao pedalaman, dengan budaya Miao yang masih sangat kental dalam keseharian mereka. Namun hanya 7 desa yang bersedia menerima kunjungan dari luar. Dan mereka kebanyakan masih buta huruf dan tidak bisa berbahasa Mandarin.

Orang dari suku Miao yang menetap di kota tua Fenghuang rata-rata sudah terpengaruh oleh kehidupan modern dan sudah beradaptasi. Jika mereka tidak berpakaian adat suku Miao,  sebagaimana yang mereka pakai pada saat upacara adat atau hari raya suku ini, orang dari suku Miao sekilas hampir tidak ada perbedaan dengan suku Han pada umumnya. Mungkin di intern mereka, mereka saling mengenali dan bisa membedakan satu sama lain, terutama dari segi tutur katanya maupun dialeknya. Tetapi bagi kita orang yang berasal dari luar, tentu sangat sulit bagi kita untuk membedakannya.
Saya tetap merasa penasaran dan akan sangat menyesal jika tidak menjelajahi hingga ke kantong-kantong pedalaman Miao yang letaknya sekitar 20km dari Fenghuang. Dan saya memanfaatkan kesempatan ini untuk mengeksplor sebuah desa pedalaman suku Miao, yang bernama Miao Zhai. Saya ingin melihat dari jarak dekat kehidupan asli suku minoritas ini.

Untuk memasuki desa Miao di pedalaman, kita harus mematuhi 3 persyaratan berikut ;

  • Jangan bersiul karena mereka percaya hal ini bisa mengundang roh jahat masuk ke dalam rumah.
  • Jangan berdiri di atas palang pintu rumah mereka, itu petanda tidak hormat. Karena hal ini dipercaya bahwa harga diri tuan rumah telah diinjak-injak hingga ke tanah.
  • Jangan membawa payung ke dalam rumah, karena itu menandakan anda setuju untuk dipinang.

Bagi anda pencinta film silat produksi Hongkong, mungkin anda masih ingat film layar lebar " Dong Fang Bu Bai " ( baca: Tong Fang Pu Pai). Ataupun film seri yang berjudul "Xiao Ao Jiang Hu". Ke dua film ini, diambil dari buku silat terkenal dengan judul yang sama yaitu Xiao Ao Jiang Hu. Figur antagonis di dalam film ini, yang sangat jahat dan tangguh itu, yang nekad mempelajari ilmu "Hui Hua Bao Dian" hingga pada tingkatan akhirnya ia mentransformasi menjadi seorang wanita. Figur ini penuh dengan misterius dan kejam, dikisahkan berasal dari suku Miao.
Namun seorang figur perempuan muda bernama Ying Ying yang sangat cantik jelita, dengan kemahirannya dalam meniupkan seruling, dia juga berasal dari suku Miao. Dan setiap kali dia mulai meniupkan seruling, dia mampu memanggil semua ular berbisa keluar dari sarang, menyerang dan mematikan lawan-lawannya.
Saya sangat terpesona dengan cerita silat ini, sampai-sampai saya mengoleksi buku karangan aslinya, total 4 buah buku tebal. Dan sampai hari ini saya masih belum tuntas membacanya karena serian buku silat ini ditulis dalam bahasa mandarin dengan gaya sastra dan istilah-istilah silat kuno yang tidak mudah saya pahami.
Pada eksplorasi kali ini, adakah kemungkinan saya bisa menemukan Ying Ying yang lain, yang juga mahir meniupkan seruling pada kehidupan nyata, seperti figur yang dikisahkan dalam buku silat ini? Mungkinkah ?
Pagi itu saya bergabung dengan rombongan orang lokal yang akan melakukan perjalanan singkat ke desa Miaozhai. Ini hanya day trip, dan kami akan kembali pada sore harinya dan tetap bermalam di Fenghuang.
Perjalanan dengan bus memakan waktu sekitar 2 jam. Tiba di Desa Miaozhai suasananya sunyi senyap. Tidak banyak terlihat warga setempat yang sedang beraktifitas. Sekilas lihat, Miaozhai seperti desa yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya. Agak kecewa sebenarnya,  karena ternyata tidak banyak sisi kehidupan dan budaya tua, yang bisa saya lihat pada perjalanan kali ini.















Rupanya, kebanyakan generasi muda dari desa ini sudah meninggalkan desa mereka, merantau dan bekerja di kota, tetapi sebenarnya masih banyak orang tua yang merasa lebih betah dan memilih untuk tetap berada di kampung halaman mereka sendiri. Mereka bertani dan bekerja di ladang pada siang hari, sehingga rumah-rumah mereka, tampak kosong seperti tak berpenghuni.
Rumah di desa ini sangat sederhana dan hampir semuanya terbuat dari batu alam. Jika kita perhatikan, ada sisi uniknya. Karena konstruksinya tampak sangat tidak lazim dengan cara menumpuk dan menyusun batu-batu alam sedemikian rupa, tanpa menggunakan bahan perekat seperti semen. Dan entah apa yang menjadi tumpuan kekuatan untuk sebuah bangunan seperti ini. Sayang saya memang bukan seorang arsitek sehingga hal ini tidak mendapatkan porsi untuk dipelajari lebih lanjut.





Namun ada satu hal yang pasti, yaitu saya menyempatkan diri untuk makan siang di salah satu rumah warga, yang memang membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan makan siang para pengunjung yang datang ke desa ini. Makanannya khas dan sangat sederhana, namun justru terasa sangat spesial di tengah desa, yang begitu terpencil seperti ini. Oh ya, minumannya berupa arak yang dituang di dalam potongan bambu. Sangat sepesial bukan?

Di saat makan siang, pemilik rumah bercerita kepada rombongan bahwa di desa mereka salah satu patokan dalam memilih calon menantu adalah pria berkacamata. Mereka suka pria berkacamata. Menurut logika mereka, pria berkacamata itu sudah pasti pendidikannya tinggi dan pinter. Seketika semua mata langsung tertuju pada saya sambil tersipu-sipu, sontak saya sedikit salah tingkah, dan mengapa pula seakan saya yang sedang dibicarakan, apakah karena saya memakai kacamata.
Tetapi mungkin juga hanya perasaan saya sendiri saja yang GR. Begitulah kalau orang yang suka bertualang kadang memang suka lupa akan umurnya sendiri dan selalu merasa masih muda. Ah mereka ini juga berlebihan, hanya membuat saya senang saja dan merasa awet muda. Tetapi ini memang benar, dan sungguh bahwa prinsip ini mereka gunakan sebagai nalar mereka, yang terlahir dari sebuah kepolosan dalam berpikir dan kesederhanaan. Anda ingin beristrikan seorang perempuan suku Miao seperti cover model pada tulisan ini? Pakailah kacamata seperti seorang kutu buku saat berkunjung ke sana.

Setelah makan siang, saya mencoba untuk berkeliling desa ini dengan menyusuri gang-gang yang kecil. Tetapi kita perlu tetap waspada saat berada di desa ini karena beberapa warga memelihara anjing dan diikat di dekat pintu. Tentu akan sangat fatal jika sampai digigit. Dan sebagai penutup perjalanan kami ke desa ini, rombongan kami mampir ke sebuah air terjun yang letaknya tidak jauh dari desa ini, sebelum akhirnya kami meninggalkan Miaozhai dan melanjutkan perjalanan kembali ke Fenghuang.








































Tiba di Fenghuang, sudah magrib. Kota tua ini sudah berubah wajahnya menjadi kota yang gemerlap. Ini malam ke-2 saya di Fenghuang, sekaligus malam terakhir.
End.


Feng Huang, Hunan Part-1
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/02/feng-huang-hunan-part-1.html

Feng Huang, Hunan Part-2

Tokyo, Japan Trip Part-6A
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/02/tokyo-japan-trip-part-6a.html

Cherry Blossom In Osaka, Japan Trip Part-1
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/cherry-blossom-in-osaka-japan-trip-part.html

Hiroshima & Miyajima, Japan Trip Part-2
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/hiroshima-miyajima-japan-trip-part-2.html

Kyoto, Japan Trip Part-3
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/kyoto-japan-trip-part-3.html

Shirakawa-go, Japan Trip Part-4
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/shirakawa-go-japan-trip-part-4.html

Kathmandu, Nepal

Xiahe, " A Little Tibet " The Majestic Of Gansu Part-2

Ganjia Grasslands, The Majestic Of Gansu Part-1

Danxia "Rainbow Mountain", The Majestic Of Gansu Part-3

Southwest Sumba & Treasure Part - 1

No comments:

Post a Comment