Friday, August 22, 2014

Summer Rain, Melbourne & Great Ocean Road ( Part 2 )


Keesokannya kami berangkat pagi-pagi ke Great Ocean Road, sekitar 3 jam perjalanan dari kota Melbourne. Beruntung cuaca cukup cerah di sana. Dari namanya saja anda sudah bisa menebak kalau jalan ini dibangun tepat berada di sepanjang tepi pantai yang menghadap langsung ke samudra. Panjangnya sekitar 243 km terbentang dari Tourquay hingga sebuah kota kecil dekat Warrnambool dan dibangun pada tahun 1919-1932. Di sepanjang Great Ocean Road ini kami berhenti di beberapa titik, untuk berfoto, bermain dan menikmati udara yang segar. Berikut ini adalah nama tempat-tempat yang kami kunjungi, di antaranya Bell Beach, rainforest , Apollo Bay, Twelve Apostles, Loch Ard Gorge, dan London Bridge. Sangat bersyukur Tuhan memberikan kami bonus pada hari ini, sehingga kami boleh menikmati pemandangan yang indah, langit biru, udara segar dan sinar matahari. Meskipun intensitas cahayanya terbilang cukup kuat namun tidak sampai kepanasan.


Bell Beach 

Rainforest

Apollo Bay




Twelve Apostles, berupa 12 buah batu karang yang berjejer di tepi pantai. Secara keseluruhan lokasi inilah yang paling indah di sepanjang Great Ocean Road dan memang sangat layak untuk dikunjungi. Ombak putih yang saling berkejaran, bermain di sekeliling batu lalu menyapu bibir pantai adalah sebuah momen yang sangat indah sekali. Namun sangat disayangkan kita hanya bisa menyaksikan dari atas tebing. Tidak ada akses untuk turun ke pantai, kecuali di Loch Ard Gorge. Sama halnya dengan Twelve Apostles, London Bridge juga hanya bisa dilihat dari viewer point yang tersedia di pinggir tebing. Hanya di Twelve Apostles kita bisa mengelilingi dan menyaksikan dari udara dengan jasa sewa helikopter, tentu dengan biaya yang tidak murah.

Twelve Apostles

Twelve Apostles

London Bridge

Loch & Ard Gorge

Hari ke-3 kami bangun jam 4 subuh. Dengan backpack yang sudah siap dari semalam, kami segera turun ke Lobby untuk check out. Star Bus yang melayani rute airport ternyata baru dimulai pukul 5 pagi, sebenarnya kami masih keburu tetapi ternyata harus booking dulu sehari sebelumnya. Kami terpaksa minta dicarikan Taxi untuk membawa kami ke Southern Cross Station untuk menyambung Sky Bus. Namun Taxi drivernya menawarkan kami untuk langsung menuju ke Airport karena setelah dihitung-hitung dengan taxi hanya beda AUD2, kecuali anda sendirian bedanya bisa sekitar AUD20, dan jika anda naik taxi ke Airport lebih baik anda pastikan dulu airport mana yang harus kamu tuju, karena di Melbourne ada 2 airport yakni di Tullamarine dan Avalon. ( Leaving for next destinaton, Sydney )

fish and chips

funny quote


( End )

http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/08/melbourne-great-ocean-road-part-1.html



   

Summer Rain, Melbourne & Great Ocean Road ( Part 1 )



Melbourne adalah kota yang saya pilih sebagai gerbang untuk masuk ke benua Australia. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih Melbourne, pertama karena LCC memiliki rute Jakarta- Melbourne. Kedua, karena Melbourne termasuk satu di antara deretan kota-kota di dunia yang paling nyaman untuk hidup atau tinggal. Alasan ke-3 karena rasa penasaran saya dengan pemandangan di sepanjang Great Ocean Road dan Twelve Apostles yang konon sangat menakjubkan itu. Beberapa waktu lalu saya pernah menulis tentang perjalanan saya ke Tasmania, sesungguhnya trip itu merupakan bagian akhir dari rangkaian perjalanan ini.

Cukup lelah sebenarnya jika harus mengambil Low Cost Carrier atau LCC. Bayangkan saja pesawat yang kami tumpangi tinggal landas dari Terminal 3 Soekarno-Hatta Airport pada pukul 6.30 pagi akan tetapi kami baru tiba di Melbourne pada pukul 00:15 esok paginya. Hal ini terjadi karena kami harus menunggu beberapa jam sebuah connecting flight yang akan memberangkatkan kami dari KL menuju Melbourne. Saran saya jika harga ticket LCC tidak benar-benar murah lebih baik memilih commercial Airline saja yang melayani rute langsung, kecuali ada selisih harga yang cukup signifikan. Tiba di Melbourne tidak ada yang menjemput karena kami memang tidak punya relasi di sana, tetapi ada satu hal yang pasti yaitu kami disambut oleh hujan yang cukup lebat malam itu. Karena hari masih gelap apalagi sedang turun hujan, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di Airport.

bermalam di Melbourne International Airport

Cuaca akhir Februari di Melbourne memang sedang kurang bersahabat, hujannya turun semalaman dan awet hingga pagi hari. Padahal sejumlah agenda yang sudah kami susun sebelumnya, sudah menanti untuk segera diwujudkan. Apa mau dikata jika  keberuntungan memang tidak sedang berpihak pada kami kali ini. Tentu ini bukan sebuah gagasan jika kami sampai harus hujan-hujanan sambil membawa backpack berkeliling kota. Akhirnya kami memutuskan naik 'Star Bus' menuju Hotel Discovery, meskipun waktu check in yang telah ditentukan adalah jam 2 siang. Tentu ini bukan sebuah pelanggaran bagi kami untuk mencoba terlebih dulu, siapa tahu kamar hotel sudah siap, dan staffnya berbaik hati mau mengizinkan kami check in pada jam 07.00 " ngarap mode on ".

Namanya saja Hotel Discovery, tetapi sesungguhnya bukan hotel. Lebih tepat adalah sebuah hostel backpacker. Liftnya sangat pelan, dan kamar mandi jaraknya jauh dari kamar. Tetapi front officenya melayani 24 jam, staffnya sangat cekatan dan lugas. Begitu Star bus drop kami di depan hotel, saya benar-benar kaget ketika kaki kami mulai melangkah masuk ke dalam " lobby " hotel. Suasananya seperti medan perang. Bule-bule backpacker memenuhi hampir setiap sudut dari ruangan, yang tidak terlalu besar itu. Keadaannya terlihat agak semberawut dengan manusia duduk asalan bercengkrama satu sama lain. Michelle, wanita setengah baya berambut pirang yang sedang piket pagi itu sungguh berbaik hati. Dia menerima kedatangan kami dan mempersilakan kami menunggu sekitar 15 menit bagi mereka untuk merapikan kamar dan kami pun diizinkan untuk check in saat itu juga. Terima kasih Tuhan.

kamar mandi umum di hotel Discovery
Star Bus , adalah moda transportasi berupa mini bus yang melayani rute Airport Tullamarine ke hotel-hotel di dalam kota. Tarifnya adalah AUD10/orang. Semula kami memilih Sky Bus dengan tarif AUD17/orang menuju Southern Cross Station. Alasannya lebih cepat karena busnya berangkat dari Airport Tullamarine setiap 10 menit namun karena alasan hujan kami memilih Star Bus yang akan mendrop kami langsung di depan hotel walaupun sedikit lebih lama karena harus mengantar penumpang-penumpang yang lain ke hotel yang berbeda-beda.

Star Bus

Kota Melbourne tidak terlalu besar, dengan berjalan kaki kami mencoba menyusuri block demi block untuk menemukan hal-hal apa saja yang kiranya menarik untuk diabadikan. Sayang cuaca tidak bersahabat, gerimis sepanjang hari. Apalagi pada sore hari menjelang malam hujan turun cukup lebat. Berbekal payung yang dibawa Ali dari Jakarta kami tetap nekad keliling kota Melbourne malam-malam dan hujan-hujanan. Sekilas memandang, kota Melbourne suasananya mirip kota-kota di Asia misal singapore dan Hongkong. Barangkali  hal ini dikarenakan jumlah orang Asia sepertinya lebih banyak dibandingkan orang barat sendiri. Dalam hal penataan kota, Melbourne sangat keren, rapi dan teratur. Kapan ya ada gubenur di Indonesia punya kapasitas dan mampu berbuat seperti mereka?

Melbourne National Liabrary

gereja di Melbourne



Flinders Street Railway Station

sisi kanan Flinders Street Railway Station

tram di kota Melbourne

just for fun


sisi kiri Flinders Street Railway Station

Federation Square



Victoria Harbour




(.........bersambung )

http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/08/melbourne-great-ocean-road-part-2.html


   

Wednesday, August 13, 2014

Raja Ampat, An Archipelago of The Four Kingdoms ( Part 2 )



Ketika di Jakarta saya sering kali mendengar opini yang mengatakan bahwa jika anda pergi ke Raja Ampat tetapi tidak bisa diving adalah sebuah kerugian besar. Ternyata tidak sepenuhnya benar opini itu karena hanya dengan melakukan snorkeling, kami sudah bisa menikmati keindahan bawah laut. Kekayaan terumbu karang dan kelompok-kelompok ikan yang warna-warni serta beragam jenis species binatang bawah laut lainnya di perairan yang termasuk dalam kawasan segitiga terumbu karang dunia ini, mudah ditemukan di mana saja bahkan dari atas dermaga kayu pun kami sudah bisa melihatnya dengan jelas.









sumber : hasil jepretan teman-teman
Pemandangan di daratnya juga sangat menakjubkan terutama gugusan bukit Wayag yang menjadi ikon Raja Ampat Utara ini. Saya rasa sulit bagi kita untuk menemukan keindahan yang sama di belahan manapun dunia ini. Namun untuk memanjat hingga ke puncaknya benar-benar membutuhkan usaha ekstra keras, karena keadaan bukitnya terdiri dari batu karang yang tajam dan curam. Tiba di atas segala kesulitan yang baru saja dilalui akan segera terbayarkan. Amazing ! luar biasa indahnya. Inikah yang disebut surga dunia ?

bukit wayag 1

bukit wayag 1

bukit wayag 2

bukit wayag 2

pantai di kaki bukit Wayag 1

Berikut ini adalah deretan nama tempat-tempat yang kami kunjungi selama trip ini dan tentu tidak boleh anda lewatkan juga ; 1- Waisai, 2- Wayag, 3- Raja Ampat Dive Lodge, 4- Gundukan pasir putih Cape Pri, 5- Mansuar, 6-Teluk Kabui, 7- Waiwo Dive Resort, 8- Pulau Frewen, 9- Pulau Saonek, 10- Pulau Arborek, 11- Teluk Mayalibit, 12- Pantai Tanjung Kasuari di Sorong.

Waisai

Mansuar

penduduk lokal di kawasan Mansuar

Amazing Teluk Kabui

indahnya Teluk Kabui

Waiwo Dive Resort

mengejar sunset di pulau Saonek

anak-anak bermain sampan, pulau Arborek

Teluk Mayalibit
Selain dengan moda transportasi speedboat, Waisai juga bisa dicapai dengan kapal penumpang dari Pelabuhan Rakyat di Sorong. Tarif karcisnya adalah Rp 120.000 per penumpang. Jadwal keberangkatan kapal ferry dari Sorong adalah pukul 14 waktu setempat dan sebaliknya dari Pelabuhan Waisai adalah pukul 10 pagi. Perihal akomodasi, King Dolphin Cottage yang berada di Waisai bisa menjadi pilihan dengan Rp 450.000 per malam untuk 2 orang. Untuk resort, paling murah Rp 2 juta per malam untuk 2 orang. Bermalam di tenda tentu tidaklah disarankan karena resiko gigitan nyamuk malaria. Sedangkan soal makanan saya anjurkan anda puaskan dengan memakan seafood saja karena hasil laut di sini sangat berlimpah dan murah.

pelabuhan kapal ferry di Waisai
Waktu yang paling baik untuk mengunjungi Raja Ampat adalah bulan Oktober hingga Desember, Januari hingga Maret laut masih lumayan tenang. Bulan-bulan selebihnya lebih baik tidak melakukan perjalanan ke sana terutama Juni hingga Agustus karena perairan di Raja Ampat akan berhadapan dengan angin selatan, lautnya bergelora dan gelombang ombaknya tinggi.

Persiapan yang tidak boleh anda lupa adalah sepatu gunung, sarung tangan karena bukit wayag terdiri dari formasi batu karang yang tajam dan terjal, juga bekal makanan kecil seperti coklat yang dapat menambah energi serta minuman semacam pocari yang mampu menggantikan cairan tubuh yang hilang saat mendaki bukit Wayag karena di puncak bukit wayag ini suhu udaranya pada siang hari bisa mencapai sekitar 40 derajat celsius, benar-benar serasa berada di atas panggangan. Ditambah lagi tidak ada angin sama sekali meskipun  berada di ketinggian, panasnya benar-benar dahsyat. Dan yang terakhir tentu persiapan stamina yang baik.

foto bersama dengan anak sekolah di Sorong

Keadaan ruang tunggu airport di Sorong

peta kabupaten Raja Ampat




End.

Part 1 :
http://johntravelonearth.blogspot.com/2014/08/raja-ampat-archipelago-of-four-kingdoms.html